-
Urip Mung Mampir Ngguyu
Ada banyak tokoh menulis di buku ini. Ada banyak orang hebat diwawancarai di buku ini. Semua itu menunjukkan betapa luas daya jelajah Butet Kartaredjasa dalam dunia seni dan budaya di Indonesia. Hampir semua tulisan, memberikan perspektif yang unik, yang mungkin belum banyak diketahui publik.
-
Tidak Apa-Apa Sebab Kita Saling Cinta
Tidak Apa-Apa Sebab Kita Saling Cinta adalah rekaman perjalanan cinta yang tumbuh sebagai proses belajar, sebagai memori tempat manusia tak kehabisan asah. Pada kisah yang akan kamu baca berikut, semoga kamu menemukan ketenangan yang serupa untuk menyelamatkan diri sendiri.
-
Si Kecil yang Terluka dalam Tubuh Orang Dewasa
Si Kecil yang Terluka dalam Tubuh Orang Dewasa membicarakan dua tema besar yang hari ini kita butuhkan: inner child terluka dan toxic parenting. Dengan memadukan jurnal pribadi dan referensi ilmu psikologi, cerita-cerita di buku ini mampu menjadi cermin atas pengalaman kita sendiri.
-
Yang Menguar di Gang Mawar
Dalam debutnya ini, Asri Pratiwi Wulandari menyajikan 11 cerita tentang para penghuni Gang Mawar yang misterius dan kelam, dengan sisa-sisa harapan yang terus bertumbuh. Sebuah semesta kecil yang begitu kompleks. Kompleksitas ceritanya menusuk persis di jantung tatanan hidup yang sudah sangat cis-heteropatriarkis.
-
The Poz Says OK
Di buku ini, Amahl bercerita apa adanya. Dari jatuhnya dia begitu mengetahui statusnya, kemudian membawa kita menerawang ke masa lalunya, hingga pengharapannya akan masa yang akan datang. Buku ini bukan memelas belas kasih—sebaliknya, justru memanusiakan manusia Poz.
-
Butterfly Hug
Tenni Purwanti mengurai dengan detail bagaimana prosesnya menyadari dan mencari bantuan atas masalah kesehatan mental yang ia hadapi. Penulisan yang personal tapi jauh dari dramatisasi. Tenni menambahkan banyak data penting untuk menjelaskan secara ilmiah gangguan yang dideritanya, dan bagaimana kondisi ini tak lantas membuatnya berhenti “berfungsi” sebagai manusia.
-
Mengenal Orde Baru
Mengenal Orde Baru utamanya ditujukan bagi generasi muda yang memiliki jarak historis dengan Orde Baru. Disusun dalam bentuk ensiklopedis yang mencakup 167 entri, buku ini serupa kamus yang mendedah kata-kata kunci pembentuk Orde Baru.
-
Jangan Pulang Jika Kamu Perempuan
Riyana Rizki memulai debutnya dengan menyajikan 12 cerita pendek terpilih yang bertalian kuat dengan beragam dongeng, legenda, ataupun cerita rakyat. Cerita-cerita tersebut jauh dari janji happily ever after (bahagia selama-lamanya). Justru sebaliknya, sebagian besar menyimpan amarah, luka, dan perlawanan.
-
Genealogi Hoaks Indonesia
Bagaimana penciptaan dan perubahan makna hoaks dari momen-momen penting yang menandainya? Siapa saja aktor penting yang membentuk hoaks dalam sepuluh tahun terakhir? Bagaimana pesan berantai berisi ancaman santet membuat geger masyarakat? Masih ingat kicauan @TrioMacan2000? Apa agenda ekonomi-politik di balik ramainya industri pemengaruh dan pendengung?
-
Kabar Buruk Hari Ini
“Dalam buku ini, Kresna menjalankan hati nurani jurnalisme dengan melayani subjek yang ditindas oleh sistem yang melanggengkan pembohongan dan kejahatan hukum. Ia juga menyuarakan kaum [di]marginal[kan] guna menuntut tanggung jawab negara. Narasinya mengusung keberpihakan untuk mengawasi kekuasaan yang sarat manipulasi. Sebuah karya yang berani.”
-
Asyik dan Pelik Jadi Katolik
Dalam buku ini, Alexander Arie menarasikan pengalaman hidup seorang Katolik dalam semesta keindonesiaan yang begitu luas. Ia lahir dan tumbuh hingga remaja di Bukittinggi, Sumatera Barat. Kota yang penganut Katolik-nya sangat sedikit. Tumbuh sebagai minoritas, nyatanya memberi pengalaman penting, baik tentang bagaimana ia menghayati kepercayaannya maupun mengaplikasikannya dalam kondisi hidup yang sangat beragam.
-
Njawani
Dalam keluarga Jawa, orang tua adalah struktur objektif dominan sementara anak dianggap subjek belaka. Anak yang pada awalnya nir-nilai, kosong, kemudian diisi. Anak sama sekali belum memahami dunia, keluarga memahamkannya, jika bukan memaksanya untuk mengerti dunia dari sudut pandang tertentu. Praktik ini kemudian melahirkan “orang Jawa”, agar njawani, yang berarti berpikir dan bertindak secara Jawa.