Description
Kekerasan tampak akrab dengan dunia pelajar Jogja. Mulai dari geng-geng pada 2000an, aksi tawuran, hingga bentrok saat acara olahraga. Namun ini bukan cuma soal pelajar. Jejak kekerasan di Jogja sejak puluhan tahun lalu jelas ikut menciptakan klitih. Ini juga berkaitan dengan gejala Jogja sebagai kota besar yang marak pembangunan tetapi juga menyingkirkan orang- orang yang tidak dapat jatah kemajuan.
Gusti Aditya berasal dari Jogja, menuliskan buku ini dengan memadukan sejarah dan pengalaman menyaksikan budaya geng SMA Jogja. Sejak dini, katanya, banyak anak muda Jogja sudah belajar kekerasan. Mengklitih itu jelas jahat, tapi kalau fokus ke pelajar saja tanpa melihat gambaran besarnya, masalah enggak akan pernah selesai.
“Sekarang bayangkan, koe arep ngopo coba? Cah enom, darah masih mendidih, hidup tidak punya harapan yang luas atau panjang, lulus SMA pol mentok kerja jadi karyawan toko atau buruh atau serabutan. UMK cuma semono, terus mirisnya lagi tiap hari melihat pemuda- pemudi seumuranmu datang dari berbagai daerah di Indonesia jadi mahasiswa di kotamu.”
Reviews
There are no reviews yet.