Diskon horaumumCek!
Diskon!
Rp88.000 Rp70.400
Rp68.000 Rp27.200
Rp88.000 Rp35.200
Rp68.000 Rp27.200
Rp78.000 Rp31.200
Rp88.000 Rp35.200
Diskon terbaik minggu ini
Kamu dapat pantau diskon mingguan di sini
Super Seto
Bearish and Bullish
Manusia Paling Dipuja di Seluruh Dunia
Melawan Nafsu Merusak Bumi
Kehidupan Setelah Jam 5 Sore
Cinta Bisa Menipis dan Rasa Sayang Bisa Habis
Narasi yang ditulis Kalis dalam buku ini berfokus kepada tubuh, kerudung, kemanusiaan, dan relijiusitas perempuan. Akhir kata, selamat membaca!
Benar, uang tidak selalu membawa kebahagiaan. Namun, jangan lupa, alat, metode, dan cara membawa kebahagiaan beririsan dengan pengeluaran.
Tidak Apa-Apa Sebab Kita Saling Cinta
Available:5
Sold: 0
Time remaining until the end of the offer.
In Stock
Tidak Apa-Apa Sebab Kita Saling Cinta adalah rekaman perjalanan cinta yang tumbuh sebagai proses belajar, sebagai memori tempat manusia tak kehabisan asah. Pada kisah yang akan kamu baca berikut, semoga kamu menemukan ketenangan yang serupa untuk menyelamatkan diri sendiri.
Sebuah kisah cinta yang menggetarkan, menyatukan dua manusia yang berbeda kebangsaan dan agama.
Buku kumpulan esai sepak bola karya Darmanto Simaepa.
Berbekal pengalaman sebagai jurnalis serta kecintaan pada perjalanan, Eko Rusdianto mengelilingi pulau di Indonesia Timur ini guna mengumpulkan cerita-cerita dari korban kekerasan masa lalu. Kisah anak-anak yang orang tuanya dibunuh sebab menolak perintah pindah agama dari pasukan Kahar Muzakkar, saksi hidup pembantaian Westerling, tapol 65 di kamp Moncongloe, konflik antaragama Poso, memori anak-anak curian Timor Leste yang dibawa ke Sulawesi oleh ABRI, juga pemeluk Nasrani yang menggunakan nama Islam demi menyelamatkan nyawanya. Kejahatan-kejahatan itu kebanyakan tidak terselesaikan. Korbannya kini menua, hanya dapat menceritakannya sebab harapan tampak tak lagi tersedia.
Buku ini mengajak kita menghayati pengembaraan, gagasan jernih, karya penting, dan dedikasi ulama-ulama dunia terhadap ilmu. Mereka senantiasa belajar sehingga terhindar dari kejumudan yang kerap mengarah pada pengerdilan pengetahuan dan pemampatan zaman. Mereka, ulama yang mencintai ilmu, adalah sebaik-baik penopang zaman.
Di buku ini, Amahl bercerita apa adanya. Dari jatuhnya dia begitu mengetahui statusnya, kemudian membawa kita menerawang ke masa lalunya, hingga pengharapannya akan masa yang akan datang. Buku ini bukan memelas belas kasih—sebaliknya, justru memanusiakan manusia Poz.
Kita sering merasa takut untuk memulai kisah cinta baru, luka dan kecewa dari masa Ialu masih membayangi dan membuat kita ragu untuk melangkah. Tidak heran kalau sekarang kita masih butuh waktu untuk diyakinkan dan tidak sembarang menerima orang baru. Itu normal kok, sebab dalam hidup manusia akan selalu berusaha menghindari rasa sakit. Meski demikian, kita perlu meyakinkan diri sendiri bahwa kita menarik, berharga, dan layak mendapatkan cinta baru.
Mungkin anda telah sering menjumpai kisah-kisah dengan tokoh perempuan yang malang, tapi ini bukan sekedar potongan kisah perempuan, ini adalah kisah panjang penelusuran makna kesunyian perempuan dari tiga zaman, melintasi tiga generasi untuk menyingkap gelapnya sejarah manusia.
Ilya Sigma mengajak kita menjalankan sebuah kebiasaan yang sebenarnya bukan hal baru: menulis jurnal. Sebuah aktivitas sederhana yang kerap kali dipandang remeh oleh orang-orang tapi bermanfaat untuk menelusuri kedalaman diri kita sendiri.
Dalam sehimpun puisi yang memadukan ragam bahasa binan, bahasa gaul, dan bahasa Inggris, juga nukilan budaya populer Indonesia dan mancanegara, ia mendefinisikan queer sebagai sebuah praktik main-main penuh canda untuk menciptakan makna dan cara hidup alternatif di luar wacana dominan.
Mulai dari Desy Ratnasari, RuPaul, puyer Cap Kupu-Kupu, McDonald’s Sarinah, celana dalam GT Man, sampai bintang porno Jepang, Koh Masaki, kumpulan puisi ini mengajak kita semua untuk tertawa secara politis—bahwa perlawanan tak melulu harus tarik otot.
Kita ada di zaman mahalnya harga sebuah telinga. Mendengar dengan empati jadi pekerjaan sulit. Sekadar menjadi pendengar, akan diingat dengan cara yang berbeda. Ketika dunia tidak pernah mau berganti bicara, sibuk bersuara, pada akhirnya tidak ada yang merasa cukup dimengerti.
Buku ini merangkum 25 esai jurnalisme naratif karya Oryza A. Wirawan dalam penugasannya sebagai wartawan. Temanya beragam. Sebagian besar tentang ragam persoalan di Jawa Timur yang menjadi wilayah liputan Oryza.
Aku tak pernah ingat di mana sebenarnya engkau saat itu. Apakah engkau setuju dengan langkahku, sehingga tak perlu mendesak-desak aku lagi? Atau engkau sebenarnya ada tetapi terkalahkan oleh keinginan besar yang memenuhi dadaku? Kuharap engkau bukan yang terakhir itu, tetapi engkau memandang aku sudah berada di dalam jalan yang benar.
Novel Kedung Darma Romansha ini bercerita tentang dunia prostitusi, panggung dangdut, pergaulan para pemabuk dan tukang kelahi. Adegan seks dan kata-kata kasar bertaburan. Namun uniknya, novel ini tidak terkesan vulgar. Saya rasa hal itu terkait dengan nada penulisan dan posisi narator. Narator berada pada posisi netral: dia tidak memberi penilaian moral apa pun, baik dalam arti menghakimi perilaku tertentu, maupun sebaliknya, yaitu merayakan atau membela perilaku yang berada di luar standar moralitas yang menjadi pegangan mayoritas orang Indonesia.
Tidak ada lagi kerinduan akan keriuhan. Hanya ada ketenangan dalam diri seorang.
Sedangkan keselamatan ada pada kesendirian dalam ketaatan, bukan pada keramaian
dalam kemaksiatan.
Tokoh-tokoh yang ada dalam cerita ini sedang meniti jalan tanda. Dari bisikan alam yang lirih, hingga hentakan perasaan kepada sesama yang menderu liris. Dari senyum tipis nan ayu, hingga cinta lama yang membelenggu.
Sebuah usaha yang mengantarkan mereka berlutut di hadapan karunia Tuhan yang menyilaukan hati: welas asih.
Nusa dan Langgam dihadapkan pada sebuah pilihan antara memegang prinsip dan komitmen dengan tetap memperjuangkan tanah kelahirannya, atau mengorbankannya. Impian, identitas, dan pilihan adalah ketiga kata yang berkelindan dalam sekelumit kisah yang berasal dari tanah seberang.
Di buku ini, kru Mojok dengan sengaja buka-bukaan mengenai pengalaman mereka membesarkan Mojok agar bisa dijadikan pelajaran (atau bahkan ketawaan) yang boleh direplikasi atau syukur-syukur sampai dimodifikasi.