Puisi-puisi Beni Satryo, buat saya, telah mampu menghadirkan kecemasan atas kenyataan—juga atas kesunyian itu sendiri. Ia menyusunnya dengan kata, benda, dan fenomena yang telah menjadi kebiasaan kita. Beni jelas telah mengusik pembaca dengan persepsi dan dunia yang ingin coba ia bangun. Di antara puluhan puisinya, Duri Dalam Daging secara khusus telah berhasil mengusik kejumudan saya atas pengalaman melahap pecel lele:
“Semerbak wangi terpal.
Aroma tubuh yang hancur.
Dikoyak badai pecel lele.
Temukan penunjuk arahmu.
Kesetiaan adalah daun kemangi
di dalam baskom pengkhianatan
yang penuh dengan keruh air kobokan.”
Sekali lagi, pengalaman apa yang sudah dilalui Beni untuk mampu memberikan persepsi serupa atas daun kemangi di dalam baskom?
(dari balairungpress.com)