Diskon horaumumCek!
Diskon!
Rp88.000 Rp70.400
Diskon terbaik minggu ini
Kamu dapat pantau diskon mingguan di sini
Super Seto
Rp68.000
Bearish and Bullish
Rp68.000
Melawan Nafsu Merusak Bumi
Rp78.000
Kehidupan Setelah Jam 5 Sore
Ibnu Wicaksono dalam buku pertamanya ini menulis cerita-cerita yang jika dibaca dengan teliti membawa isu yang besar, tapi diceritakan dengan bahasa yang lugas dan penuh perenungan. Buku ini berisi 13 cerpen.
Novel ini bercerita tentang Cola, satu-satunya sampah berpengetahuan luas. Dia ditakdirkan menjalani petualangan panjang selepas keluar dari lemari pendingin dan dibuang begitu saja oleh peminumnya. Banyak pertemuan sekaligus perpisahan yang dia lalui selama melakukan pengembaraan seorang diri tanpa tujuan, tanpa kehendak bebas pergi ke mana pun yang dia inginkan.
Dari tepian air mata, aku mengintipmu tak sengaja. Di permulaan tetesnya, kamu menadahnya dengan tawa. ASU.
Berbekal pengalaman sebagai jurnalis serta kecintaan pada perjalanan, Eko Rusdianto mengelilingi pulau di Indonesia Timur ini guna mengumpulkan cerita-cerita dari korban kekerasan masa lalu. Kisah anak-anak yang orang tuanya dibunuh sebab menolak perintah pindah agama dari pasukan Kahar Muzakkar, saksi hidup pembantaian Westerling, tapol 65 di kamp Moncongloe, konflik antaragama Poso, memori anak-anak curian Timor Leste yang dibawa ke Sulawesi oleh ABRI, juga pemeluk Nasrani yang menggunakan nama Islam demi menyelamatkan nyawanya. Kejahatan-kejahatan itu kebanyakan tidak terselesaikan. Korbannya kini menua, hanya dapat menceritakannya sebab harapan tampak tak lagi tersedia.
Dalam sehimpun puisi yang memadukan ragam bahasa binan, bahasa gaul, dan bahasa Inggris, juga nukilan budaya populer Indonesia dan mancanegara, ia mendefinisikan queer sebagai sebuah praktik main-main penuh canda untuk menciptakan makna dan cara hidup alternatif di luar wacana dominan.
Mulai dari Desy Ratnasari, RuPaul, puyer Cap Kupu-Kupu, McDonald’s Sarinah, celana dalam GT Man, sampai bintang porno Jepang, Koh Masaki, kumpulan puisi ini mengajak kita semua untuk tertawa secara politis—bahwa perlawanan tak melulu harus tarik otot.
Kita ada di zaman mahalnya harga sebuah telinga. Mendengar dengan empati jadi pekerjaan sulit. Sekadar menjadi pendengar, akan diingat dengan cara yang berbeda. Ketika dunia tidak pernah mau berganti bicara, sibuk bersuara, pada akhirnya tidak ada yang merasa cukup dimengerti.
Novel Kedung Darma Romansha ini bercerita tentang dunia prostitusi, panggung dangdut, pergaulan para pemabuk dan tukang kelahi. Adegan seks dan kata-kata kasar bertaburan. Namun uniknya, novel ini tidak terkesan vulgar. Saya rasa hal itu terkait dengan nada penulisan dan posisi narator. Narator berada pada posisi netral: dia tidak memberi penilaian moral apa pun, baik dalam arti menghakimi perilaku tertentu, maupun sebaliknya, yaitu merayakan atau membela perilaku yang berada di luar standar moralitas yang menjadi pegangan mayoritas orang Indonesia.
“Malam itu, aku merasa tengah terjebak di suatu tempat yang asing. Tempat yang bahkan tidak pernah kubayangkan—di mana aku tidak perlu tersenyum atau mengangkat bahu: tanda tidak tahu. Dan, aku tidak ingin menjanjikan apa pun. Selain, merapal namamu kala sepertiga malam, sepanjang umur. Terlepas dari berperan sebagai siapakah kamu di dalam kehidupanku pada masa depan.”
Buku ini ditulis seorang pengamat sekaligus praktisi pendidikan sepanjang 19 tahun. Ketekunannya memerhatikan sistem pendidikan di Indonesia—yang selalu terhubung dengan kebijakan negara dan hubungan politik antarinstitusi—memberi tahu kita alasan mengapa kualitas pendidikan tak kunjung bergerak maju secara berarti. Anak didik jadi korbannya. Tak hanya mengungkap penghambat sistem pendidikan, ia juga menuliskan pengalamannya mempraktikkan pedagogi alternatif di banyak kelas.
Dari pelacur sampai santri menjadi tokoh-tokoh yang muncul dalam buku terbaru Kedung Darma Romansha ini. Tentunya tetap dibalut dengan nuansa dangdut khas Kedung seperti pada novel-novel dia sebelumnya. Dalam Rab(b)i kedung mencoba bermain dengan gaya penulisan barunya tapi tokoh-tokoh yang muncul adalah tokoh-tokoh yang sudah ada dalam dwilogi Telembuknya. Jadi bisa dibilang bahwa dengan munculnya Rab(b)i, Kedung memastikan dirinya sudah menulis trilogi Telembuk
Buku kumpulan puisi Beni Satryo.
Seri pertama dari dwilogi Telembuk yang sekarang sudah menjadi trilogi Telembuk dengan munculnya Rab(b)i. Bagaimana seorang Safitri muncul adalah cerita utama dalam Kelir Slindet. Sebuah cerita yang memotret kehidupan kelam masyarakat desa yang terjebak dalam budaya dan mentalitas kemiskinan struktural. Kedung menggunakan setting kampung halamannya, Indramayu membuat alur cerita Kelir Slindet seakan sebuah rekonstruksi ulang dari ingatan-ingatan Kedung tentang kampung halamannya.
Jika Tuhan Maha Kasih dan Kuasa, kenapa Dia menimbulkan kesengsaraan pada manusia melalui pandemi korona? Jika sungguh-sungguh berkuasa, kenapa Dia tak segera melenyapkan penderitaan ini agar manusia hidup normal kembali?
Pertanyaan “skeptis” semacam ini sangatlah wajar, manusiawi. Tuhan tak akan marah karena pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Saya kurang setuju manakala seseorang mengajukan pertanyaan yang berbau “protes” itu, lalu dihadapi dengan “hardikan”.
Bercerita tentang Doha dan Ruda, sepasang sepupu yang selamat dari manusia-manusia Teluk yang menyerang wilayah tempat tinggal mereka dan mengambil alih tanah mereka. Meski begitu, sebagian usia mereka dihabiskan dengan menjadi pelarian dari satu wilayah ke wilayah lain.
Birul Walidain adalah seorang pemuda yang tinggal dan bekerja di Jerman. Dia harus pulang ke rumahnya di Gayut, Jawa Timur untuk menyelesaikan persoalan keluarga yang tidak benar-benar diaketahui. Dia dituntut memainkan peran utama sebagai cucu lelaki satu-satunya trah Jauhari, ketika Indah, sepupu kecilnya hamil di luar nikah. Apa yang akan terjadi pada Irul?
Buku ini berisi kumpulan prosa pendek dari Almarhum Rusdi Mathari yang sempat dikirim ke Buku Mojok dan belum sempat dibukukan. Membaca buku ini seperti menyelami sisi lain Cak Rusdi. Melankolis, lembut dan begitu landai jika dibaca. Seperti seorang remaja yang sedang kasmaran pada cinta pertamanya, Cak Rusdi menulis prosa dalam buku ini.
Tuhan heran pada seorang pengelana yang Ia ciptakan dua puluh tujuh abad lalu. Sejatinya, seorang pengelana haruslah berkelana, berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Namun, pengelana itu malah bermukim di sebuah gurun, mendirikan gubuk dan menggantungkan hidup pada sebuah oase. Tuhan mulai cemas sebab jika hal itu terus terjadi maka pengelana tidak akan segera bertemu Hawa dan berarti tidak akan segera dimulai siklus kehidupan. Tuhan yang sudah tak betah dengan kelakuan pengelana, turun ke bumi dengan pengawalnya, malaikat. Tidak sampai ke daratan, mereka hanya mengintai dari balik awan yang menggulung.
Gus Dur meyakini bahwa Islam memiliki ajaran-ajaran universal. Namun ajaran itu tak akan berbunyi tanpa ada keberanian untuk menghadirkan Islam dengan kearifan, kepercayaan diri, dan keterbukaan untuk memasuki gelanggang peradaban dunia. Itulah kosmopolitanisme peradaban Islam.
Buku ini menguraikan kompleksitas laki-laki dalam patriarki serta memberi jalan menuju pembebasan. Untuk menjadi laki-laki baru yang berkomitmen melawan segala bentuk dominasi dan penindasan serta mengutamakan dialog dan kompromi dalam menyelesaikan konflik, juga perbedaan.
50 keping fragmen yang ditulis Arman Dhani dalam buku ini adalah refleksi dari sebuah hubungan yang rumit sekaligus membahagiakan. Namun, cepat atau lambat, perpisahan itu pun datang pada akhirnya. Membuatnya menderita dari tempat yang jauh, eminus dolere. Sebelum terlampau menyesakkan, buku ini menawarkan sebuah jalan untuk mempersiapkan diri menuju perpisahan itu.